Ketua Dewan Adat Dayak Kalimantan Barat
(DAD), Drs.Cornelis,MH
Ada yang selalu saya ingat usai meliput acara
peresmian Kantor Bupati Landak di kota Intan (sebutan untuk Kota Ngabang)
Provinsi Kalimantan Barat. Sebuah kalimat “Adil Ka’Talino, Bacuramin Ka’Saruga, Basengat Ka’Jubata,” yang diucapkan oleh
BupatiLandak, Drs.Cornelis, MH di awal sambutannya.
Ketertarikan saya bukan hanya karena
kalimat tersebut baru pertama kali saya dengar, namun sudah sangat jarang atau
hampir tidak pernah terdengar ada pejabat yang membuka sebuah acara menggunakan
bahasa daerah, khususnya di Bumi Borneo.
Setelah sekian lama penasaran, akhirnya
“misteri” kalimat tersebut terjawab. Bukan oleh orang lain, melainkan oleh
Cornelis sendiri. Hanya bedanya jawabannya saya dengar setelah yang
bersangkutan terpilih menjadi Gubernur.
Pada suatu acara, Cornelis menjelaskan
maksud dari kalimat “Adil Ka’Talino, Bacuramin Ka’Saruga,
Basengat Ka’Jubata”. yang kebetulan berasal dari bahasa Dayak Kanayatn.
“Adil Ka’ Talino ini artinya melihat manusia itu utuh
sebagai manusia”. ”Antara laki-laki dan perempuan itu sama karena dalam suku
Dayak tidak mengenal kasta, sehingga tidak melihat manusia berdasarkan
statusnya, apakah ia kaya, miskin atau golongan ningrat”, jelas
Cornelis.
“Selanjutnya Bacurramin
Ka’Saruga adalah bercermin ke Surga,”. “Bagaimana kita melihat diri kita atau ukuran
apa yang digunakan agar bisa masuk Surga”. ”Kita harus mengikuti perintah
agama, kalau dalam agama Katolik dikenal dengan sepuluh perintah Tuhan ditambah
dengan lima perintah gereja”, tambahnya.
Menurut Cornelis, kalimat ini sesuai
dengan sila Kedua dalam Pancasila, yaitu Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab.
Sedangkan yang terakhir Basengat Ka’Jubata, berarti kehidupan manusia. Maksudnya
dalam melakukan usaha dan upaya di dunia ini, kita harus percaya Tuhan
maka Ia akan memberkati.
“Jubata itu Tuhan, Basengat itu kehidupan, bearti
kita harus percaya dengan kuasa Allah, kalau dalam Pancasila disebut
dengan Ketuhanan Yang Maha Esa”, terang Cornelis.
Sementara bagi yang mendengar salam ini,
mereka menjawabnya dengan kata ”Arus” yang berarti mengiyakan.
“Mengucapkan kalimat yang berasal dari
bahasa Dayak maupun bahasa daerah lainnya pada suatu acara atau kegiatan,
bukanlah suatu hal terlarang di negara Indonesia,”. “Berbagai suku bangsa yang
mendiami bumi pertiwi, memiliki hak yang sama untuk mengembangkan dan melestarikan
budaya dan bahasanya masing – masing, semuanya diakui oleh Pemerintah, dan apa
yang saya lakukan merupakan bagian dari mengembangkan serta melestarikan budaya
bangsa” pungkas Cornelis.
Pada kesempatan itu, Cornelis, juga
menceritakan pengalamannya saat berkunjung ke Jenewa, Swiss. Negara ini
memiliki 3 bahasa nasional, yakni Prancis, Jeman dan Italia. Mereka yang yang
tinggal di dekat perbatasan negara Perancis menggunakan bahasa Perancis.
Sementara masyarakat yang tinggal dekat perbatasan negara Jerman berbicara
menggunakan bahasa Jerman. Begitu pula yang tinggal dekat perbatasan Italia
berkomunikasi dengan bahasa Italia. Namun, perbedaan bahasa ini tidak menjadi
persoalan bagi masyarakat Swiss.
“Bahkan, saat menghadiri sebuah acara di Jawa Tengah tepatnya di Candi Prambanan, saya sempat membaca sebuah koran lokal tentang
himbauan Gubernur Jawa Tengah, bahwa saat – saat tertentu masyarakat di sana
wajib berbahasa jawa”, ungkap Cornelis.
“Jadi saya menggunakan kata salam di bumi
Borneo ini dengan bahasa Dayak karena bahasa merupakan salah satu kebudayaan
yang wajib kita jaga dan pelihara, apalagi tidak perlu pakai ongkos”. ”Jangan
hanya belajar bahasa Inggris, Mandarin, atau bahasa asing lainnya, namun bahasa
kita sendiri ditinggalkan”, Cornelis mengingatkan. (Lukas B Wijanarko)
Diambil dari: http://sosok.kompasiana.com/2013/10/29/adil-katalino-bacuramin-kasaruga-basengat-kajubata-605828.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar